Travelling Indonesia – Proses mengawetkan jasad melalui proses mumifikasi tak hanya ada di Mesir, tetapi juga terjadi di Indonesia, tepatnya di Wamena, Papua.
Proses mumifikasi merupakan cara masyarakat suku Dani yang menempati Lembah Baliem, Wamena, untuk menghormati jasad kepala adat mereka.
Proses pembalseman dilakukan dengan mengolesi jasad menggunakan ramuan alami. Jasad kemudian diletakkan di atas perapian hingga menghitam. Umumnya, jasad ini diposisikan duduk.
Jasad yang telah diawetkan tersebut kemudian disimpan di dalam Honai, rumah tradisional suku Dani. Jasad tersebut akan dikeluarkan ketika ada acara penting atau saat ada tamu yang berkunjung.
Mumifikasi ini tidak dilakukan pada semua anggota suku, tapi hanya untuk orang-orang yang memiliki kedudukan penting, seperti kepala suku dan panglima perang, atau bisa juga untuk orang yang dianggap berjasa.
Prosesi ini juga dibarengi dengan pemotongan ruas jari tangan dari anggota keluarga yang ditinggalkan, diiringi dengan nyanyian dalam bahasa setempat. Saat ini, ada beberapa mumi yang bisa kita saksikan di Papua, di antaranya:
1. Mumi Werupak Elosak
Saat masih hidup, Werupak Elosak dikenal sebagai kepala suku yang bijaksana dan sangat ramah. Dia dicintai rakyatnya sehingga penduduk enggan untuk membakar jasadnya.
Jasad Werupak Elosak kemudian diawetkan sebagai mumi agar dapat dikenang oleh keturunannya. Mumi yang berada di Desa Aikima, Wamena, ini telah berumur 250 tahun.
2. Mumi Wim Motok Mabel
Semasa hidupnya, Wim Motok Mabel merupakan seorang panglima perang suku Dani. Ia dikenal sebagai sosok yang pemberani, pemimpin yang gagah dan disegani.
Usia mumi yang terletak di Distrik Kerulu, kawasan Lembah Baliem, ini sekitar 284 tahun. Usia itu dihitung dari jumlah tali di lehernya yang ditambah setiap tahun.
Menjelang kematian, Mabel berpesan agar jasadnya diawetkan sehingga keturunannya dapat mengenangnya.
Seiring berjalannya waktu, mumi Wim Motok Mabel bukan hanya menjadi pengingat masa lalu, melainkan menjadi daya tarik wisatawan untuk datang menyaksikannya.
3. Mumi Agat Mamete Mabel
Mumi yang usianya lebih dari 200 tahun ini disakralkan oleh warga Desa Pumo, Distrik Wogi Silakarno Doga, Wamena, Papua. Kini, mumi ini dirawat oleh Eli Mabel, keturunan ke-13 yang menjaga mumi tersebut.
Kisah Perjalanan Gianluca Chiodini
Indonesia memang dikenal sebagai negara dengan beragam suku dan budaya. Berbeda suku berbeda juga tradisi dan adat istiadatnya.
Seperti masyarakat suku Dani, tradisi unik yang mereka miliki sampai menarik perhatian banyak orang. Bahkan wisatawan dari mancanegara tertarik untuk mempelajari tradisi dari suku Dani.
Sejatinya suku Dani, di Lembah Baliem di Papua Barat, Indonesia, baru ditemukan oleh ilmuwan Barat pada 80 tahun silam.
Orang-orang Dani ditemukan oleh ahli zoologi Amerika pada 1938, pertama kali keberadaan mereka dicatat oleh orang luar.
Tradisi mereka dalam melestarikan jenazah leluhur rupanya menarik perhatian seorang fotografer perjalanan bernama Gianluca Chiodini, seperti yang dilansir Daily Mirrror, pada Desember 2019.
Pengawetan mayat leluhur suku Dani pun terbilang cukup unik. Orang-orang suku Dani bahkan memasak jasad leluhur mereka setiap hari untuk membantu melestarikan tubuh mumi leluhurnya.
“Untuk melestarikan tubuh, itu (mayat) diminyaki setiap hari dengan balsem yang dibuat dengan lemak babi dan api menyala yang membakar hingga enam jam. Semua ini telah terjadi setiap hari selama 250 tahun.”
Chiodini menambahkan, Mumi itu dilindungi di sebuah gubuk di mana akses (masuk) dilarang keras dan hanya sedikit yang diizinkan menyentuh orang mati.
“Mumi yang saya lihat adalah kepala desa, namanya Wimontok Mabel dan dia adalah pejuang yang mulia. Dia hidup lebih dari 250 tahun yang lalu dan memiliki 25 istri. (Semoga) damai sejahtera bagi jiwanya.”
Menurut Chiodini, tampaknya telah terjadi perubahan besar pada suku Dani dalam 80 tahun terakhir. Tetapi beberapa tradisi utama masih dipertahankan.
“Kontak pertama oleh orang Barat kurang dari satu abad yang lalu dan suku Dani ditemukan hidup dalam kondisi Zaman Batu, bahkan mempraktikkan kanibalisme menurut beberapa sumber,” katanya.
“Selama beberapa dekade terakhir, pihak berwenang Indonesia telah menegakkan hukum yang menyebabkan suku Dani meninggalkan tradisi dan budaya mereka, tetapi bahkan hari ini beberapa orang masih memakai ‘koteka’.
Bercerita mengenai koteka, Chiodini, “Kepala desa bahkan menjelaskan kepada saya, bagaimana membuat koteka untuk saya dengan labu memanjang.”
Ada beberapa tradisi yang masih dipertahankan, namun ada tradisi yang benar-benar harus mereka tinggalkan, misalnya kanibalisme.
“Kanibalisme telah ditinggalkan pada masa lalu dan sekarang mereka lebih suka mengadakan festival babi. Laki-laki membunuh babi dengan busur dan anak panah sementara perempuan menyiapkan ‘oven uap’ udara terbuka dengan menggunakan daun dan pada akhirnya semua orang memakan babi. Para wanita menunggu giliran mereka.”
Lalu, Chiodini melihat ada sesuatu yang aneh dengan tangan seorang wanita.
“Aku melihat seorang wanita dengan tangan yang aneh dan aku tidak bisa mengerti apa yang salah.”
Rupanya itu adalah bagian dari tradisi memotong jari bagi wanita yang telah kehilangan orang yang dicintai. Orang-orang suku Dani mengatakan bahwa ritual itu membantu dalam mengatasi kesedihan dan kebahagiaan.
Chiodini mengatakan, “Ketika saya semakin dekat, saya menyadari bahwa beberapa jari hilang. Mereka mengatakan kepada saya bahwa tradisi suku Dani menyatakan bahwa ketika seorang kerabat dekat meninggal, wanita itu dibuat untuk memotong jari-jarinya dengan kapak batu untuk menekankan rasa sakit kehilangan dan untuk menenangkan roh orang mati. Hari ini dilarang tetapi Anda masih bisa melihat tangan wanita yang lebih tua yang sudah diamputasi.”
Meskipun apa yang ditemukan oleh Chiodini begitu mengejutkan dunia Barat, ia senang berhasil menangkap kehidupan orang Dani yang selalu berubah.
“Anda dapat melihat tradisi yang akan segera menghilang, serta keindahan orang-orang Dani di foto saya,” katanya.
“Terlepas dari penampilan agresif dan isolasi yang mereka jalani, mereka ramah. Mungkin butuh sedikit waktu bagi mereka untuk memercayai orang luar. Itulah sebabnya saya memutuskan untuk meluangkan waktu dan menghabiskan beberapa hari bersama mereka,” tutupnya.
Dapatkan sejumlah berita terkini setiap harinya hanya di Travelling Indonesia, dan jangan lupa follow sejumlah akun media sosial kami; Instagram, Facebook, Twitter dan TikTok.