Travelling Indonesia – Festival Cisadane merupakan festival budaya yang diselenggarakan sejak 1993. Festival ini merupakan agenda tahunan yang selalu ditunggu-tunggu oleh warga Tangerang.
Dalam festival ini, pengunjung dapat menyaksikan beragam kebudayaan yang ada di Tangerang, mulai dari budaya tradisional hingga modern.
Dua tahun absen akibat pandemi Covid-19, akhirnya pada 2022 ini Festival Cisadane kembali hadir dan menjadi hiburan bagi masyarakat sekitar.
Sebagai salah satu event budaya kebangaan Tangerang, traveller yang bermukim di kawasan Jabodetabek dan sekitarnya bisa menyaksikan Festival Cisadane pada 1-4 Agustus 2022 mendatang.
Sejarah Festival Cisadane
Munculnya Festival Cisadane berawal dari peringatan hari raya Peh Cun yang sudah sejak lama dilakukan oleh masyarakat Tionghoa di sekitar Sungai Cisadane. Warga keturunan Tionghoa tersebut telah mendiami pemukiman di sekitar sungai sejak 1700-an.
Dalam kalender Cina, perayaan Peh Cun tersebut diadakan setiap tanggal 5 bulan 5. Sedangkan dalam kalender Masehi, Peh Cun jatuh pada bulan Juni. Festival ini sudah dirayakan oleh etnis Tionghoa sejak zaman Dinasti Qin. Namun di Tangerang, kegiatan tersebut baru mulai diselenggarakan pada 1910. Peh Cun sendiri berarti mendayung perahu.
Perayaan Peh Cun dimulai dengan berkumpulnya warga Tionghoa di Jalan Kalipasir, di sekitar Sungai Cisadane. Warga Tionghoa tersebut bersembahyang di klenteng terdekat. Setelah sembahyang, acara kemudian dilanjutkan dengan ritual naik kapal yang membawa sejumlah perahu naga, mengarungi sungai.
Selama berlayar, warga Tionghoa peserta festival melakukan ritual menabur bunga dan melempar bacang ke sungai. Setelah penaburan bunga dan bacang ke sungai, ritual dilanjutkan dengan pembakaran replika naga merah dan hijau. Abu sisa pembakaran tersebut ditaburkan di sungai.
Selain rangkaian ritual di atas, di dalam perayaan Peh Cun juga terdapat atraksi unik yaitu atraksi menegakkan telur. Atraksi ini memiliki waktu khusus. Masyarakat Tionghoa menyebutnya sebagai waktu Toan Ngo yang sarat dengan daya magis. Waktu Toan Ngo tersebut terjadi antara pukul 11.00-13.00 WIB.
Dalam atraksi ini, telur dapat berdiri tegak lurus pada ujung runcingnya tanpa bantuan alat apapun. Meski masyarakat menganggap hal tersebut sarat dengan kekuatan gaib, sesungguhnya fenomena telur yang berdiri tegak dapat dijelaskan secara ilmiah. Pada rentang waktu Toan Ngo ini, gaya gravitasi matahari lebih besar dari bumi, karena matahari berada pada titik kulminasi terdekat dengan bumi.
Puncak perayaan Peh Cun adalah ritual melepaskan bebek ke sungai. Ritual ini sebagai lambang membebaskan kesialan, sehingga dapat hidup dengan damai. Setelah berbagai ritual wajib selesai dilaksanakan, acara dilanjutkan dengan lomba perahu naga. Ada empat perahu keramat buatan 1912 yang jadi peserta lomba. Yaitu dua perahu pakpak berwarna merah dan hijau, serta dua perahu naga (liong).
Festival Cisadane
Pada 1993, Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang berinisiatif untuk menggabungkan budaya etnis Tionghoa tersebut dengan kebudayaan lain yang ada di Tangerang. Penggabungan kebudayaan tersebut dikemas dalam festival yang diberi nama Festival Cisadane.
Tujuan penyelenggaraan Festival Cisadane oleh pemerintah ini adalah untuk mempromosikan kebudayaan yang ada di Tangerang. Festival ini juga bertujuan untuk memberdayakan ekonomi masyarakat dan hiburan rakyat. Dengan adanya kegiatan festival ini pemerintah berharap masyarakat Tangerang bisa melestarikan keanekaragaman kebudayaan yang ada.
Selain pertunjukan kebudayaan, Festival Cisadane juga dimeriahkan dengan pertunjukan kembang api dan sinar laser, serta wisata kuliner garapan UMKM. Lampion berwarna-warni yang dipasang di area festival menjadikan nuansa Thionghoa semakin terasa kental. Pada festival budaya ini, pemerintah juga menyelenggarakan lomba dayung tingkat nasional dan lomba perahu hias.
Dapatkan sejumlah berita terkini setiap harinya hanya di Travelling Indonesia, dan jangan lupa follow sejumlah akun media sosial kami Instagram, Facebook dan Twitter.