Travelling Indonesia – Toraja Utara memiliki berbagai destinasi yang menawarkan sensasi berbeda, salah satunya adalah wisata makam kuno Goa Londa. Di dalam goa atau gua ini wisatawan dapat menyaksikan langsung peti-peti yang berisikan jenazah dan juga tulang belulang milik para pendahulu. Gua Londa sendiri terletak di Desa Sandan Uai, Kecamatan Sanggalangi, Kabupaten Toraja Utara, Provinsi Sulawesi Selatan.
Saat memasuki area Gua Londa, pengunjung akan disambut dengan kerbau Si Belang yang harganya bisa mencapai miliaran rupiah. Di Toraja, kerbau jenis ini disebut Tedong Saleko, kerbau dengan kasta tertinggi. Bagi masyarakat setempat, kerbau dianggap hewan suci yang mampu mengantarkan mereka ke alam lain yang disebut puya.
Selain itu, di depan pintu gua terdapat banyak sekali tau-tau (patung, dalam bahasa Toraja) yang menyerupai wajah asli orang yang telah meninggal. Hanya dari kalangan bangsawan yang dibuatkan tau-tau. Proses pembuatan tau-tau tidak boleh dikerjakan oleh sembarang orang, selama proses pembuatan juga sang pembuatnya wajib mengerjakan dekat dengan jenazah. Melalui patung ini, hubungan yang terjalin tetap langgeng meski telah tiada.
Untuk masuk ke dalam Gua Londa, wisatawan harus menyewa penerangan yang akan dibawakan oleh warga sekitar. Tidak hanya membawa lampu petromak, para warga di sini juga menjadi guide untuk para wisatawan, maklum gua yang terbentuk secara alami ini memiliki banyak lorong-lorong sempit dan juga batuan cukup licin dan terjal yang bisa membahayakan para pengunjung.
Dalam gua banyak dijumpai peti mati atau yang disebut Erong. Peti ini terbuat dari kayu. Selain erong, dalam Gua Londa juga banyak dijumpai tengkorak dan tulang belulang akibat erong yang telah lapuk dimakan usia.
Pemakaman ini dilakukan berdasarkan kasta, anggota keluarga dengan kasta tertinggi akan menempati paling atas dari tebing. Dari proses pembuatan patung sampai pemakaman bisa menghabiskan biaya ratusan juta rupiah.
Sementara itu, ada cerita unik dari jenazah yang dimakamkan di sini. Tepat di ujung gua ada sepasang jenazah yang sudah menjadi tengkorak yang diletakkan di depan peti mereka. Menurut cerita, konon mereka berdua adalah sepasang kekasih yang tidak direstui keluarganya, akhirnya mereka bunuh diri berdua, dan pihak keluarga memakamkan mereka secara berdampingan di dalam Gua Londa.
Konon jauh sebelum masuknya agama Islam dan Kristen, di Toraja sudah terdapat kepercayaan warisan nenek moyang yang disebut aluk todolo atau alukta. Kepercayaan inilah yang kemudian menjadi landasan berbagai ritual adat dan tradisi masyarakat Toraja.
Sedangkan aluk todolo pada dasarnya tidak mengharuskan penyimpanan mayat, namun lebih kepada kewajiban segera melaksanakan upacara pemakaman sebagai pelaksanaan aluk to mate yaitu memperlakukan orang yang telah meninggal. Karena semakin cepat jenazah dimakamkan, akan semakin banyak kesempatan untuk melaksanakan upacara pemberkatan lainnya.
Faktor lainnya, karena menunggu kedatangan kerabat jenazah yang pergi jauh merantau. Selain itu, juga untuk memberi kesempatan terakhir bagi keluarganya memberikan kasih sayang pada jenazah.
Tradisi aluk to mate juga dilakukan untuk menungggu pihak keluarga mengumpulkan biaya upacara. Pelaksanaan upacara tradisi ini memang membutuhkan dana besar.
Dana itu digunakan untuk membeli hewan korban yang jumlahnya banyak. Terlebih agar bisa melaksanakan rambu solok atau mengantarkan jenazah ke alam yang disebut puya.
Dapatkan sejumlah berita terkini setiap harinya hanya di Travelling Indonesia, dan jangan lupa follow sejumlah akun media sosial kami; Instagram https://instagram.com/travellingindonesiacom?igshid=YmMyMTA2M2Y, Facebook https://www.facebook.com/groups/392631742735837/?ref=share, dan Twitter https://twitter.com/travell_in?t=lhFS4MS7pr5q0UBGCiZSdA&s=09.