Travelling Indonesia – Walau zaman sekarang makin maju perihal teknologi dan segala macamnya, setidaknya ada sebuah daerah di Sukabumi yang masih teguh terhadap pendiriannya untuk mematuhi segala tradisi yang diturunkan nenek moyang.
Sebuah pedalaman, sebuah desa yang berada di kawasan Taman Nasional Gunung Galimun dan Salak, adalah desa yang menarik perhatian para turis untuk bereksplorasi. Meski agama Islam dianut oleh penduduk, namun unsur animisme dan dinamisme yang kuat tetap dijalankan.
Kampung adat Ciptagelar di Sukabumi, Jawa Barat dikelilingi oleh Gunung Surandil, Gunung Karancang dan Gunung Kendeng. Kampung inilah yang belum tergerus oleh perkembangan zaman. Masyarakat patuh dengan adat di sana yang tetap teguh dengan tradisi dan segala ketentuan.
Kampung Ciptagelar tepatnya berada di wilayah Kampung Sukamulya, Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. Wilayahnya meliputi Kabupaten Lebak, Kabupaten Bogor dan Kabupaten Sukabumi. Dengan segala keindahan alam serta kearifan lokalnya mempunyai daya tarik tersendiri.
Daya Tarik Kampung Adat Ciptagelar
Berdiri sejak tahun 1368, kampung yang berada di ketinggian 1.050 mdpl ini memiliki suhu berkisar 20-26 derajat celsius masih dengan teguh memegang kuat adat dan ajaran leluhur seperti ciri khas lokasi, bentuk rumah, dan beberapa tradisi lainnya yang mengatur kehidupan.
Mungkin saja Kampung Ciptagelar mirip dengan beberapa tempat lainnya yang taat akan peraturan adat istiadat seperti Kesultanan Yogyakarta atu Kesultanan Solo. Berbeda dengan adat Sunda yang memberi sebutan dengan Kasepuhan, Kesultanan di sana disebut dengan Keraton.
Kata kasepuhan sendiri berasal dari kata sepuh dengan awalan ‘ka‘ dan akhiran ‘an‘ yang dalam bahasa Sunda berarti ‘kolot‘ atau ‘tua’. Secara harafiah, kasepuhan dapat diartikan sebagai tempat tinggal sesepuh atau mereka yang dituakan.
Perlu diketahui kalau ternyata, Kasepuhan Ciptagelar tersebar merata di tiga kabupaten yang berada di wilayah perbatasan Provinsi Banten dan Jawa Barat. Sebelum Kasepuhan atau Kampung Ciptagelar ini diakui sebagai salah satu tempat sakral untuk mereka, Kasepuhan tersebut sudah acap kali berpindah-pindah tempat.
Mengingat warga bisa setiap saat berpindah tempat, rumah masyarakat di Kampung Ciptagelar terbuat dari kayu dilapisi bilik bambu dan beratapkan pelepah aren yang dikeringkan.
Warga di kampung ini mayoritas bekerja sebagai petani, khususnya yang tinggal di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun. Sebagian lainnya berprofesi sebagai pedagang, peternak, buruh dan pegawai. Dengan beragam profesi, tetapi keyakinan mereka masih tetap satu, memegang teguh adat istiadat.
Memegang Teguh Tradisi Leluhur
Kasepuhan atau pusat pemerintahan juga disebut dengan istilah Kampung Gede atau tempat yang penuh dan taat akan tradisi dan sering sekali menjadi titik bagi pemimpin Kasepuhan mendapatkan perintah leluhur atau wangsit dari para Karuhun atau leluhur mereka.
Uniknya, wangsit atau pesan dari leluhur tersebut akan didapatkan oleh pemimpin desa melalui proses ritual. Dan biasanya isinya mengenai informasi penting terkait isu sosial.
Eksistensi masyarakat Kasepuhan Ciptagelar sudah terkenal luas di daerah Jawa Barat. Salah satu yang menyokong ketenaran mereka adalah berbagai tradisi dan adat yang mereka pegang teguh. Kampung Ciltagelar juga dikenal lewat kesenian lokal yang selalu dilestarikan, seperti Jipeng, Topeng, Angklung Buhun, Wayang Golek, Ujungan, Debus dan Pantun Buhun.
Menjaga Kearifan Lokal
Para wisatawan yang datang ke sana dibuat terheran-heran dengan segala kearifan lokal yang ada di sana. Salah satu yang masih terjaga dengan baik adalah menanam padi setahun sekali secara serentak dengan melihat tanda-tanda astronomi, tidak menggunakan pupuk kimia, traktor, gilingan padi, dan bahkan mereka dilarang menjual beras atau padi.
Hal ini membuat Kasepuhan Ciptagelar mampu berswasembada pangan hingga beberapa tahun ke depan. Masyarakat di Kasepuhan Ciptagelar percaya bahwa manusia bertugas untuk menjaga dan memelihara keseimbangan alam, karena keteraturan dan keseimbangan alam semesta yang merupakan sesuatu yang mutlak.
Oleh karena itu, masyarakat Kasepuhan Ciptagelar juga percaya jika ada malapetaka atau bencana, hal tersebut adalah akibat dari keseimbangan dan keteraturan alam yang terganggu. Entah siapa yang mengganggu, baik manusia itu sendiri atau memang alam yang melakukan perubahan.
Hidup Berdampingan dengan Teknologi
Kampung Adat Kasepuhan Ciptagelar sudah memiliki pasokan listrik sendiri sejak 2017 yang bersumber dari pembangkit listrik mikrohidro yang ramah lingkungan. Ada juga sinyal internet yang disediakan salah satu provider. Bahkan ada fasilitas WiFi berbayar.
Sampai saat ini, jaringan internet dikelola sendiri oleh Kasepuhan Ciptagelar, bisa dinikmati warga di enam desa di seputaran Ciptagelar.
Ada tim yang mengelola akun media sosial Facebook dan Instagram Kasepuhan Ciptagelar. Ada pula kanal YouTube milik Kasepuhan Ciptagelar yaitu Ciga TV serta stasiun radio bernama Radio Swara Ciptagelar (RSC) 107.7 FM.