Travelling Indonesia – Indonesia adalah negara yang kental dengan berbagai adat dan kebudayaan yang sangat tersohor dan terkenal. Adat dan kebudayaan tersebut masih dijunjung tinggi sampai saat ini. Salah satunya adalah Upacara Tabuik. Upacara yang dikenal dengan nama Festival Tabuik berasal dari provinsi Sumatra Barat.
Upacara Tabuik adalah perayaan lokal masyarakat Minangkabau untuk memperingati wafatnya Hussein bin Ali, cucu Nabi Muhammad SAW, dalam Perang Karbala pada tanggal 10 Muharram. Selain sebagai peringatan gugurnya cucu Nabi Muhammad, upacara ini juga perayaan syukur datangnya bulan Muharram.
Upacara ini diselenggarakan oleh masyarakat Minangkabau di daerah pantai Kota Pariaman. Upacara ini adalah bagian dari cara masyarakat merayakan tradisi Tabuik. Pemerintah sudah mengakui bahwa upacara adat ini merupakan bagian berharga dari masyarakat.
Baca:
- Sejarah Wisata Dusun Semilir di Kabupaten Semarang
- Sky Lancing Lombok Bakal Jadi Magnet Paralayang Dunia
- Sajian Tengkleng Sumsum Kambing, Hidangan Kaum Priyayi di Solo
Tradisi ini sudah berlangsung sejak lama, disebutkan bahwa perayaan ini sudah berlangsung dari abad ke-19 Masehi. Perayaan yang awalnya hanya sebuah tradisi, saat ini telah berubah menjadi salah satu daya tarik para wisatawan yang ingin datang ke Sumatra Barat.
Upacara tahunan ini sudah ada sejak abad 19 Masehi. Lebih tepatnya, tradisi tabuik sudah ada sekitar tahun 1826 atau 1828 Masehi. Diyakini bahwa tradisi ini dibawa oleh para penganut Syiah yang berasal dari India.
Pada tahun 1910, para ketua suku di Sumatra Barat melakukan diskusi mengenai perayaan ini. Kesepakatan yang didapatkan adalah menyesuaikan upacara tersebut dengan adat dan budaya Minangkabau.
Upacara Tabuik diadakan setiap tanggal 10 Muharram. Nama dari tradisi ini berasal dari kata Tabot atau Tabuik, yang diambil dari bahasa Arab, yang berarti peti kayu.
Dalam riwayat dan sejarah Nabi, jenazah Hussein yang gugur dalam perang dimasukkan ke dalam peti kayu tersebut. Setelah itu, peti kayu tersebut diangkat ke langit oleh Buraq. Buraq sendiri digambarkan sebagai makhluk berbentuk kuda bersayap yang dapat terbang dan berkepala manusia.
Pada awalnya, Tradisi Tabuik di Sumatra Barat hanya ada satu saja, yaitu Tabuik Pasa. Tetapi atas permintaan masyarakat dan kesepakatan para ketua suku, pada sekitar 1915, upacara ini dibuat di daerah seberang Sungai Pariaman. Oleh karena itu ada 2 jenis tradisi yang saat ini berlangsung, yaitu Tabuik Pasa dan Subarang.
Tahapan Pelaksanaan Upacara Tabuik
Rangkaian pelaksanaan tradisi ini Pariaman terdiri dari beberapa tahap ritual, yaitu mengambil tanah, menebang batang pohon pisang, Bacakak, Maatam yang dilanjutkan dengan mengarak jari-jari, ritual mengarak sorban, Tabuik naik pangkat, Hoyak Tabuik, dan melarung ke laut.
Tahapan pertama adalah prosesi mengambil tanah atau sering disebut maambiak tanah pada tanggal 1 Muharram, tanggal dimulainya upacara ini. Tetua upacara ini akan mengambil segumpal tanah dari sungai pada sore hari, dan melibatkan tetua dari Tabuik Pasa dan Subarang.
Masing-masing tetua mengambil segumpal tanah dari wilayah yang berlawanan. Kemudian, tanah yang sudah diambil oleh para tetua tersebut dimasukkan ke dalam sebuah wadah kayu yang disebut sebagai daraga, simbol dari makam Hussein. Makna dari prosesi ini adalah untuk mengingatkan bahwa manusia berasal dari tanah dan akan kembali ke tanah.
Tahapan kedua yaitu menebang batang pohon pisang atau disebut juga dengan Manabang Batang Pisang. Ritual Manabang Batang Pisang diartikan sebagai ketajaman pedang yang digunakan pada saat perang, serta penyimbolan ketika Husein wafat di medan perang.
Prosesi ini dilakukan oleh seorang pria dengan pakaian silat, dan batang pisang yang ditebang harus dilakukan satu kali saja. Batang pisang yang sudah ditebas tersebut kemudian dimasukkan ke dalam daraga.
Tahapan ketiga adalah Bacakak atau ritual tari yang menyerupai perkelahian yang dilaksanakan oleh dua kelompok. Tarian ini menggambarkan dua kelompok yang sedang melakukan peperangan yang terjadi di Karbala.
Setelah itu prosesi akan dilanjutkan dengan Ritual Maatam yang dilakukan oleh para perempuan. Para perempuan akan berjalan mengelilingi Daraga sambil membawa jari-jari, sesaji, pedang, dan sorban. Mereka mengiringi daraga sambil menangis dan meratap sebagai simbol peratapan terhadap para korban yang wafat atau gugur dalam perang Karbala. Pada saat yang sama juga dilaksanakan ritual Maarak Jari-jari atau disebut juga dengan Maarak Panja. Upacara ini menyimbolkan jari-jari tangan dan tubuh Husein serta pejuang lain yang terpotong potong saat perang.
Tahapan selanjutnya adalah ritual mengarak sorban yang dilaksanakan pada petang hari tanggal 8 Muharram. Pelaksana upacara akan menginformasikan kepada masyarakat bahwa Husein sudah terbunuh. Ritual ini akan diiringi dengan bunyi bunyian dari gendang Tasa.
Selanjutnya adalah ritual naik pangkat yang dilaksanakan pada tanggal 10 Muharram dini hari. Prosesi ini adalah penyatuan Tabot atau Tabuik menjadi utuh. Setelah itu akan diarak ke pantai, dan prosesi Hoyak Tabuik dilaksanakan. Arak-arakan ini diiringi oleh gendang dalam perjalanan menuju pantai sembari mengajak semua masyarakat untuk ikut meramaikan prosesi ini.
Setelah mencapai pantai, prosesi terakhir akan dilakukan yaitu melakukan larung. Tabot atau Tabuik akan dilarung ke laut pada sore hari. Ritual ini menggambarkan bahwa manusia perlu merelakan mereka yang sudah meninggal, karena kodrat manusia sendiri adalah akan meninggal suatu saat.
Makna Upacara Tabuik
Garis besar dari perayaan ini adalah peringatan tentang gugurnya Imam Hussein bin Ali dalam perang Karbala. Beliau wafat dalam rangka membela agama Islam.
Oleh karena itu, beliau dapat dibilang mati syahid. Dalam jurnal yang ditulis Vina Dwiyanti pada tahun 2015 dikatakan bahwa tradisi ini menggambarkan sikap masyarakat di Pariaman yang berduka atas gugurnya Imam Husein dalam perang Karbala.
Selain itu, upacara ini juga menggambarkan semangat gotong royong yang ada dalam masyarakat Minang. Seperti sudah kita lihat dalam penjelasan di atas, masyarakat bahu membahu untuk pelaksanaan upacara ini. Semua lapisan masyarakat diundang untuk turut ambil bagian dalam perayaan. Terlebih lagi, tradisi ini sudah menjadi salah satu destinasi wisata di Sumatra Barat.
Bentuk Tabuik

Bentuk peti kayu ini terbagi dalam dua bagian, yaitu bagian atas dan bagian bawah, yang memiliki tinggi mencapai 12 meter. Bagian atas ini berbentuk keranda dengan menara yang dihiasi bunga dan kain beludru. Terdapat beberapa hiasan yang memiliki motif payung yang terbuat dari kain sehingga menambah keindahan bagian atasnya.
Bagian bawahnya berbentuk buraq dengan tubuh kuda bersayap dan berkepala manusia. Burung buraq dipercaya membawa Sayyidina Hussein ke langit. Kedua bagian tersebut akan disatukan dan diarak menuju ke pantai. Sebelum akhirnya dilarung ke laut.
Upacara Tabuik Pariaman adalah salah satu warisan tradisi Indonesia yang berharga. Tradisi menggambarkan kebiasaan suatu masyarakat. Akan sangat disayangkan jika tradisi yang sudah mendarah daging terlupakan begitu saja. Upacara ini adalah salah satu cerminan kehidupan masyarakat di Pariaman. Oleh karena itu, kita sebagai generasi penerus bangsa perlu mempertahankan warisan tradisi di sekitar kita.
Dapatkan sejumlah berita terkini setiap harinya hanya di Travelling Indonesia, dan jangan lupa follow sejumlah akun media sosial kami; Instagram, Facebook, Twitter dan TikTok.