Travelling Indonesia – Pelonggaran pembatasan arus perjalanan baik domestik maupun dari mancanegara membuat minat masyarakat untuk berlibur semakin tinggi. Masyarakat yang berbondong-bondong liburan ini bahkan disebut sebagai ‘balas dendam’ setelah dua tahun tak leluasa pergi ke mana-mana akibat pandemi.
Fenomena tersebut, yang juga populer disebut revenge travel, membawa angin besar bagi pelaku usaha di industri perhotelan sektor yang menjadi salah satu industri paling terdampak oleh pandemi Covid-19.
Momentum revenge travel ini bahkan disebut bisa jadi salah satu obat mujarab yang mengakselerasi pemulihan industri perhotelan.
Di sisi lain, untuk dapat meraup maksimal potensinya, pelaku industri dituntut responsif menyesuaikan diri dengan pergeseran perilaku pelanggan yang akibat pandemi jadi lekat kehidupannya dengan digitalisasi.
Apalagi, di luar OTA dan segelintir perusahaan besar atau digital startup di industri hospitality, secara umum kebanyakan pelaku industri bisnis perhotelan masih belum lazim mengadopsi layanan digital yang end to end.
2C2P, perusahaan penyedia payment gateway terdepan di Asia Tenggara melihat bahwa meskipun kultur digitalisasi di industri perhotelan belum sepesat industri lain seperti commerce, financial service, bahkan retailer, industri perhotelan di Asia Tenggara mulai bergerak cepat mengejar ketertinggalannya untuk go digital.
“Dari pengalaman kami membantu untuk membangun infrastruktur sistem pembayaran sejumlah perusahaan hospitality di regional ini, kami melihat peningkatan kesadaran yang jauh lebih tinggi di antara pelaku industri hospitality di Asia Tenggara terhadap pentingnya payment gateway yang terintegrasi guna menjawab kebutuhan pelanggan yang sudah terbiasa dengan kenyamanan transaksi digital,” ungkap Adi Nugroho, Country Manager 2C2P Indonesia.
Ia juga menambahkan, pelanggan telah terbiasa dengan pilihan opsi-opsi pembayaran beragam, sistem pengembalian dana yang mudah, serta proses yang cepat.
Mereka mencari pengalaman menyeluruh yang seamless baik dari layar desktop maupun mobile, dari mulai meriset produk dan layanan, melakukan pemesanan, membayar hingga melakukan pembatalan dan after service-nya.
Adi Nugroho juga memberikan contoh menarik dari transformasi digital payment oleh salah satu klien 2C2P yang bergerak di bisnis luxury hotel, Anantara Siam Bangkok Hotel. Hotel ini sukses meningkatkan pengalaman pelanggan lewat dengan menghadirkan inovasi QuickPay Solution.
Solusi pembayaran ini memungkinkan staf hotel untuk mengirimkan digital direct mail atau e-invoice untuk pelanggan membayar secara nyaman dan aman lewat kartu kredit, transfer bank dan e-wallet. Selain itu, solusi ini juga meningkatkan kepuasan pelanggan karena proses yang seamless dan efisien.
Dalam 3 bulan, disebutkan perusahaan mampu meningkatkan transaksi sebesar 5 kali lipat. Ini juga menunjukkan betapa pentingnya kehadiran sistem pembayaran digital yang mudah digunakan untuk bisa tetap kompetitif di industri hospitality.
“Adopsi sistem pembayaran digital di negara seperti Indonesia jauh lebih penting untuk diperhatikan oleh para pelaku industri. Sebagai negara dengan pertumbuhan adopsi layanan digital terdepan di Asia Tenggara, pasca pandemi kini masyarakat di Indonesia telah terbiasa dengan kehadiran opsi pembayaran digital termasuk e-wallet dan paylater yang kini makin populer dan terus tumbuh pesat,” tutup Adi.
“Meski terdegar menggelikan, revenge travel merujuk pada ide tentang akan adanya peningkatan besar dalam jumlah perjalanan seiring kondisi yang lebih aman dan kembali dibukanya berbagai hal,” kata pendiri jurnal perjalanan dan panduan perencanaan The Vacationer, Eric Jones.
Meski revenge travel dianggap ampuh dalam meningkatkan kembali perekonomian negara, fenomena tersebut hanya berhasil pada negara-negara yang telah berhasil mengendalikan jumlah kasus positif.
Dilansir dari Firs Post, fenomena revenge travel ini bisa menjadi risiko yang berbahaya bagi negara dengan tingkat kasus positif yang belum terkendali.
Pasalnya, jumlah pelancog domestik yang tinggi di negara tersebut tetap memiliki risiko penularan. Hal ini dikhawatirkan dapat memicu munculnya gelombang pandemi lanjutan dalam negara tersebut.
Dapatkan sejumlah berita terkini setiap harinya hanya di Travelling Indonesia, dan jangan lupa follow sejumlah akun media sosial kami; Instagram, Facebook, Twitter dan TikTok.