Travelling Indonesia – Di antara ragam wayang di budaya Nusantara, sejarah wayang purwa menonjol sebagai yang tertua dan paling populer. Dikenal sebagai wayang tertua di Indonesia, wayang kulit ini telah memikat hati masyarakat selama berabad-abad.
Popularitasnya tak lepas dari dukungan etnis Jawa yang mendominasi Indonesia. Tak heran, jika sekilas mendengar kata wayang, ingatan kita langsung tertuju pada wayang purwa.
Lantas, bagaimana perjalanan panjang sejarah wayang purwa ini? Dari mana asal-usulnya? Bagaimana evolusi dan perkembangannya dari masa ke masa?
Baca:
- Makna Di Balik Kain Bermotif Kerawang Gayo
- Beragam Kuliner Indonesia Terpopuler di Mancanegara
- Berikut Tarif Baru Taman Nasional Gunung Halimun Salak
Menurut KBBI, wayang adalah boneka tiruan orang yang terbuat dari pahatan kulit atau kayu. Wayang dimainkan oleh seorang dalang dan digunakan untuk pertunjukan drama tradisional di daerah Bali, Jawa, Sunda, dan lainnya.
Wayang purwa merupakan salah satu wayang tertua yang berasal dari Ponorogo dan masih ada hingga sekarang. Kata purwa yang berarti pertama digunakan untuk membedakan jenis wayang ini dari lainnya. Sejarah wayang purwa dimulai pada masa Hindu-Buddha sekitar tahun 869 Saka.
Wayang ini dinamakan purwa karena menggambarkan bayangan masa lalu, sebagai bentuk ajaran hubungan antara manusia dan nenek moyangnya. Menurut Kitab Centini, wayang purwa pertama kali dibuat oleh Raja Jayabaya dari Kerajaan Kediri menggunakan daun lontar.
Kata purwa juga dapat diartikan sebagai bab pertama dari sebuah buku atau awal mula dalam bahasa Sanskerta. Wayang kulit purwa memiliki beberapa gaya, seperti Kasunanan, Mangkunegaran, Ngayogjakarta, Banyumasan, Jawatimuran, Kedu, dan Cirebon.
Sejarah Wayang Purwa
Wayang purwa memiliki sejarah panjang yang dimulai pada masa kejayaan kerajaan Hindu Buddha di Indonesia. Wayang ini pertama kali diciptakan oleh Prabu Jayabaya, di mana ia terinspirasi dari kisah nenek moyangnya yang terdapat dalam serat Pustakawaja Purwa.
Jayabaya mengunjungi Candi Penataran di Blitar dan memperhatikan arca para dewa serta ukiran relief di candi tersebut. Kemudian, ia mencoba menggambar bentuk arca yang dilihatnya di atas daun tal. Gambar-gambar ini dibentangkan dengan tali dan disimpan dalam peti kecil.
Ketika merayakan ulang tahunnya, Jayabaya memeriksa kembali gambar-gambar tersebut dan merasa ukurannya terlalu kecil untuk dipertunjukkan. Ia lalu memerintahkan agar gambar tersebut dibuat ulang di atas kulit lembu yang sudah diolah. Gambar-gambar yang sudah jadi dipahat dan diberi pegangan dari bambu. Sebanyak 50 wayang berhasil dibuat dan diberi nama wayang purwa serta sengkalan.
Pertunjukan wayang purwa dilakukan dengan membentangkan kain putih yang disorot dengan cahaya dan berbagai jenis lakon wayang ditancapkan di atas kain tersebut secara berhadapan. Dalang adalah sebutan untuk orang yang memainkan wayang dan membawakan cerita dari setiap lakon.
Awalnya, bentuk wayang masih sederhana dengan tangan dan badan yang masih menempel. Namun, seiring waktu, bentuk wayang purwa menjadi lebih dinamis dan bisa digerakkan dengan cara disabet.
Pada sekitar tahun 1440-an, ketika Islam mulai berkembang di Jawa, Sri Sultan Alamsyah, raja Demak pertama, menyesuaikan bentuk wayang agar sesuai dengan syariat Islam. Selain bentuknya, alur ceritanya juga disesuaikan sehingga wayang menjadi media dakwah Wali Sanga.
Berkat wayang purwa, Indonesia telah melahirkan banyak maestro dalang, seperti Ki Nartosabdo, Ki Anom Suroto, dan Ki Manteb Soedharsono yang berperan besar dalam memperkenalkan dan melestarikan kesenian wayang hingga dikenal dunia.
Perkembangan Wayang Purwa dari Masa ke Masa
Wayang purwa merupakan warisan budaya bangsa yang berusia ratusan tahun dan telah mengalami perjalanan panjang dalam sejarahnya. Berawal dari ritual leluhur, wayang purwa kini menjadi pertunjukan seni yang mendunia.
Dikembangkan di Ponorogo, wayang purwa awalnya digunakan dalam upacara adat untuk mengenang leluhur. Prasasti dari abad ke-11 di era Airlangga menandakan kemunculan wayang kulit di Jawa.
Cerita wayang purwa umumnya bersumber dari epos Ramayana dan Mahabharata. Bentuk wayang purwa pun beragam, dengan wayang ageng, wayang kidang kencana, wayang kaper, dan wayang kateb sebagai beberapa contohnya.
Seiring waktu, wayang purwa mengalami perkembangan pesat. Bentuk wayang mengalami perubahan, seperti mata yang dibuat lebih realistis dan tangan dipisahkan dari tubuh. Pada masa Wali Sanga, wayang purwa dipercantik dan disempurnakan bentuknya.
Puncak kejayaan wayang purwa terjadi di era Kerajaan Surakarta, di mana wayang raksasa Kyai Kadung diciptakan. Era modern membawa perubahan, seperti pertunjukan wayang yang direkam dan ditayangkan di televisi. Wayang purwa pun mendunia melalui karya maestro dalang, seperti Ki Nartosabdo, Ki Anom Suroto, dan Ki Manteb Soedharsono.
Demikianlah perjalanan singkat sejarah wayang purwa yang telah menghiasi budaya bangsa selama berabad-abad. Keberadaannya tak hanya sebagai hiburan semata, tetapi juga media untuk mewariskan nilai-nilai luhur dan kearifan lokal.
Semoga artikel ini bermanfaat dan dapat menginspirasi untuk terus menjaga serta melestarikan sejarah wayang purwa, warisan budaya bangsa yang mendunia.
Dapatkan sejumlah berita terkini setiap harinya hanya di Travelling Indonesia, dan jangan lupa follow sejumlah akun media sosial kami; Instagram, Facebook, Twitter dan TikTok.