• Cyber Media News Coverage Guidelines
  • Management
  • About Us
  • Contact Us
Travelling Indonesia
Advertisement
  • HOME
  • DESTINATION
  • SPORT TOURISM
  • FOOD
  • ART & CULTURE
  • HOTEL
  • TRAVEL
  • EVENT
  • MERCHANDISE
  • HITS
No Result
View All Result
  • HOME
  • DESTINATION
  • SPORT TOURISM
  • FOOD
  • ART & CULTURE
  • HOTEL
  • TRAVEL
  • EVENT
  • MERCHANDISE
  • HITS
No Result
View All Result
Travelling Indonesia
No Result
View All Result
Home Art & Culture

Sayyang Pattudu, Tradisi Khatam Al-Qur’an Polewali Mandar

Austin Devon by Austin Devon
August 17, 2022
in Art & Culture
Tadisi Sayyang Pattudu - Dok. Istimewa

Tadisi Sayyang Pattudu - Dok. Istimewa

Share on FacebookShare on Twitter

Travelling Indonesia – Sayyang Pattudu diadakan sebagai acara syukuran khatam Al-Qur’an di sebuah kampung di Polewali Mandar. Sayyang Pattudu secara harfiah berarti kuda yang menari. Kuda dihias dan kemudian ditunggangi mengelilingi kampung oleh anak yang merayakan khatam Al-Qur’an.

Kuda yang digunakan Sayyang Pattudu harus kuda yang sudah terlatih. Selain itu, kuda juga harus dapat menari sesuai dengan irama musik. Kuda tersebut dirias dan diberi alat tunggangan berupa kasur kecil, aksesori berupa kalung perak, penutup muka kuda yang melingkar, dan kacamata kuda.

Anak bersama kuda yang ditungganginya itu kemudian diarak mengelilingi kampung, diiringi dengan para penari, tabuhan musik rebana, dan pembacaan syair khas Mandar yang disebut Kalindaqdaq. Syair yang dibacakan berisi tentang Islam dan Mandar.

Tadisi Sayyang Pattudu
Tadisi Sayyang Pattudu

Pesertanya terdiri dari pesayyang, disayyang, dan pesarung. Pesayyang adalah pendamping anak selama berada di atas kuda. Disayyang adalah anak yang menunggang kuda. Sementara pesarung adalah pengawal disayyang selama menunggang kuda.

Pesarung harus kuat dan dihormati dalam keluarga disayyang. Jumlah pesarung adalah empat orang yang dibagi dua ke sebelah kiri dan kanan kuda. Pesarung berjalan kaki selama Sayyang Pattudu dilaksanakan.

Acara syukuran ini umumnya diadakan bersamaan dengan perayaan Maulid Nabi Muhammad atau pada bulan Rabiul Awal, Rabiul Akhir, dan Jumadil Awal. Acara ini bertujuan untuk mendidik, memberikan nasihat, sekaligus memotivasi anak-anak suku Mandar agar semangat dalam menamatkan bacaan Al-Qur’an.

Seiring waktu, Sayyang Pattudu tidak hanya digunakan untuk acara khatam Al-Qur’an semata, tetapi juga ditampilkan sebagai tari penyambut tamu kehormatan dan menjadi bagian dari festival tahunan Kabupaten Polewali Mandar, Kabupaten Majene, dan Kabupaten Mamuju.

Bagi masyarakat Mandar, Sayyang Pattudu berperan sebagai komunikasi budaya. Acara ini mengajarkan banyak hal pada masyarakat, seperti pentingnya bergotong royong dan saling tolong-menolong serta nilai-nilai kerohanian dan persaudaraan sosial.

Tadisi Sayyang Pattudu
Tadisi Sayyang Pattudu

Tradisi Sayyang Pattudu muncul seiring masuknya Islam pada masa pemerintahan raja keempat Kerajaan Balanipa, yaitu Daengta Tommunae.

Sayyang Pattudu awalnya hanya dilakukan oleh para bangsawan Kerajaan Balanipa. Acara ini kemudian berkembang menjadi tradisi masyarakat Mandar.

Tradisi Sayyang Pattudu telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Nasional oleh pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan pada 2013 nomor penetapan 201300046 dengan domain seni pertunjukan.

Dengan demikian maka tradisi ini telah menjadi milik rakyat Indonesia dan adalah menjadi kewajiban kita bersama untuk menjaga dan melestarikannya.

Sejarah Sayyang Pattudu

Tadisi Sayyang Pattudu
Tadisi Sayyang Pattudu

Sejarah dimulainya tradisi ini tidak diketahui secara pasti, siapa yang menciptakan atau siapa yang memulai dan kapan dimulainya.

Ada sumber yang mengatakan bahwa Sayyang Pattudu sudah ada sejak abad ke-14, pada masa pemerintahan raja pertama Kerajaan Balanipa, Imanyambungi yang bergelar Todilaling.

Disebutkan bahwa pada masa itu, kuda merupakan satu-satunya alat transportasi dan masyarakat berinisiatif untuk sekaligus menjadikannya sarana hiburan sehingga lahirlah Sayyang Pattudu.

Versi lain mengatakan bahwa Sayyang Pattudu baru mulai dikembangkan saat Islam menjadi agama resmi di beberapa kerajaan di tanah Mandar, yaitu pada abad ke-16. Dikisahkan bahwa sejak dahulu berkuda sudah menjadi tradisi, dan kuda identik dengan kekerasan, kekuasaan, kekuatan dan kemewahan.

Setelah Islam masuk, kuda kemudian dididik, dilatih, sekaligus menjadi alat pendidikan. Bagi putera bangsawan keterampilan berkuda menjadi sebuah keharusan. Demikian halnya para santri, kemampuan untuk membuat kuda patuh kepadanya menjadi salah satu tolak ukur keberhasilannya sebagai santri yang telah menamatkan pengajian.

Karenanya para santri melatih dan mendidik kuda untuk bergerak mengikuti irama rebana ataupun senandung shalawatan. Dari sini Sayyang Pattudu mulai berkembang di lingkungan istana dan disakralkan, dan hanya dimainkan pada upacara-upacara ritual yang berkaitan dengan kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Dapatkan sejumlah berita terkini setiap harinya hanya di Travelling Indonesia, dan jangan lupa follow sejumlah akun media sosial kami; Instagram, Facebook, Twitter dan TikTok.

Tags: Peta Wisata IndonesiaPolewali MandarSayyang PattuduSeni dan BudayaTravelling Indonesia
Previous Post

Tampilan Anyar Ayana Midplaza Jakarta

Next Post

Kawasaki Ramaikan Event Otobursa Tumplek Blek 2022

Next Post
Kawasaki KLX230 2022

Kawasaki Ramaikan Event Otobursa Tumplek Blek 2022

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  • Trending
  • Comments
  • Latest
Raja Ampat

Raja Ampat, Pulau Surga di Ujung Papua

February 4, 2023
Bali Pencak Silat Festival 2022, IPSI Bali Reborn

Bali Pencak Silat Festival 2022, IPSI Bali Reborn

December 29, 2022
Vihara Hok Tek Tjeng Sin Buka 24 Jam Selama Imlek

Vihara Hok Tek Tjeng Sin Buka 24 Jam Selama Imlek

January 22, 2023
Sulaman Naras Pariaman Menembus Pasar Internasional

Sulaman Naras Pariaman Menembus Pasar Internasional

January 11, 2023
Taman Nasional Taka Bonerate, Terbesar Ketiga di Dunia

Taman Nasional Taka Bonerate, Terbesar Ketiga di Dunia

3
Tak Perlu Pergi Jauh, Bogor Punya Wisata Bertema Eropa

Tak Perlu Pergi Jauh, Bogor Punya Wisata Bertema Eropa

2
Mengulik Tradisi Begawi Adat Lampung

Mengulik Tradisi Begawi Adat Lampung

1
Pali-pali, Menu Sakral Kesultanan Ternate

Pali-pali, Menu Sakral Kesultanan Ternate

1
Aston Inn Pandanaran Semarang Suguhkan Mie Celor Buat Pecinta Kuliner

Aston Inn Pandanaran Semarang Suguhkan Mie Celor Buat Pecinta Kuliner

February 6, 2023
Pulau Lakkang, Destinasi Wisata Air di Makassar

Pulau Lakkang, Destinasi Wisata Air di Makassar

February 6, 2023
Kayu Batik, Mengabadikan Goresan Mosaik Alam

Kayu Batik, Mengabadikan Goresan Mosaik Alam

February 5, 2023
Staycation dan Hidden Gems, Jadi Tren Travelling 2023

Staycation dan Hidden Gems, Jadi Tren Travelling 2023

February 5, 2023

Recent News

Aston Inn Pandanaran Semarang Suguhkan Mie Celor Buat Pecinta Kuliner

Aston Inn Pandanaran Semarang Suguhkan Mie Celor Buat Pecinta Kuliner

February 6, 2023
Pulau Lakkang, Destinasi Wisata Air di Makassar

Pulau Lakkang, Destinasi Wisata Air di Makassar

February 6, 2023
Kayu Batik, Mengabadikan Goresan Mosaik Alam

Kayu Batik, Mengabadikan Goresan Mosaik Alam

February 5, 2023
Staycation dan Hidden Gems, Jadi Tren Travelling 2023

Staycation dan Hidden Gems, Jadi Tren Travelling 2023

February 5, 2023
Travelling Indonesia

Follow Us

  • Cyber Media News Coverage Guidelines
  • Management
  • About Us
  • Contact Us

All Rights Reserved by travellingindonesia.com © 2022

No Result
View All Result
  • About Us
  • Contact Us
  • Cyber Media News Coverage Guidelines
  • Indonesian Tourism Information
  • Indonesian Tourism Website
  • Management
  • Travelling Indonesia

All Rights Reserved by travellingindonesia.com © 2022