• Cyber Media News Coverage Guidelines
  • Management
  • About Us
  • Contact Us
Travelling Indonesia
Advertisement
  • HOME
  • DESTINATION
  • SPORT TOURISM
  • FOOD
  • ART & CULTURE
  • HOTEL
  • TRAVEL
  • EVENT
  • MERCHANDISE
  • HITS
No Result
View All Result
  • HOME
  • DESTINATION
  • SPORT TOURISM
  • FOOD
  • ART & CULTURE
  • HOTEL
  • TRAVEL
  • EVENT
  • MERCHANDISE
  • HITS
No Result
View All Result
Travelling Indonesia
No Result
View All Result
Home Art & Culture

Tari Kabasaran, Tarian Perang Minahasa

Austin Devon by Austin Devon
August 6, 2022
in Art & Culture
Aksi Tari Kabasaran Minahasa

Aksi Tari Kabasaran Minahasa - Dok. Kemenparekraf

Share on FacebookShare on Twitter

Travelling Indonesia – Bermula dari tarian perang berubah menjadi tarian penyambutan tamu. Memadukan tiga tarian dalam ritual adat yang berbeda.

Wajah mereka terlihat garang, dengan mata melotot, dan tanpa senyuman. Bersenjatakan pedang dan tombak, mereka bergerak melompat, maju-mundur, dan mengayunkan senjata dengan sigap.

Terlihat seperti prajurit yang berperang menghancurkan musuh. Tak jarang aksi mereka mengejutkan orang-orang yang melihatnya sehingga berteriak: “arotei, okela” aduh bukan main, astaga.

Inilah tari kabasaran, seni tradisional masyarakat Minahasa, Sulawesi Utara. Tari kabasaran dahulu dimainkan oleh para penari laki-laki yang umumnya bekerja sebagai petani atau penjaga keamanan desa-desa di Minahasa.

Jika sewaktu-waktu wilayah mereka terancam atau diserang musuh, mereka meninggalkan pekerjaan dan berubah menjadi waranei atau prajurit perang.

Menurut adat, penari kabasaran harus berasal dari keturunan sesepuh penari kabasaran. Mereka juga memiliki senjata yang diwariskan dari para leluhur. Senjata inilah yang dipakai saat menari.

Sejarah Tari Kabasaran

Tari Kabasaran Asal Minahasa
Tari Kabasaran Asal Minahasa

Kemunculan tarian ini tak bisa dipisahkan perang berkepanjangan dan ancaman dari suku-suku lain yang berdekatan. Untuk mempertahankan diri, leluhur orang Minahasa berusaha memperkuat diri dengan merekrut orang-orang kuat dan berbadan besar yang dilatih berperang dengan menggunakan pedang (santi) dan tombak (wengko).

Menurut Vivi Nansy Tumuju dalam “Simbol Verbal dan Nonverbal Tarian Kabasaran dalam Budaya Minahasa” di Jurnal Duta Budaya, No. 78-01 Tahun ke-48, Juni/Juli 2014, para ksatria yang tuama (bersifat jantan) atau wuaya (berani) inilah militer pertama di Minahasa. Mereka harus menjadi penjaga desa (walak) yang harus siap siaga jika ada ancaman.

“Gerakan-gerakan para prajurit ketika mereka sedang mempersiapkan diri untuk berperang, seperti lompatan, lompatan maju menyerang, mundur atau menyamping untuk menghindari dan menangkis serangan musuh disertai jeritan menakutkan. Itulah yang disebut cakalele atau dalam Minahasa tua sakalele,” ungkap Vivi.

Dari tari cakelele ini pula lahir tari kabasaran. Sutisno Kutoyo dalam Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Sulawesi Utara menyebut tari kabasaran merupakan penyederhanaan dan penghalusan dari cakalele, tari perang sekaligus pemujaan leluhur. Tujuan tari cakalele dirasakan kurang ramah menyambut tamu-tamu Belanda, karena gerakan-gerakannya yang kasar dan liar.

“Dengan menggunakan gerakan-gerakan quadrille yang diperkenalkan Spanyol maka diciptakanlah tari kabasaran sebagai tari untuk menyambut tamu-tamu Belanda,” catat Sutisno Kutoyo.

Gerak Tari Kabasaran Minahasa
Gerak Tari Kabasaran Minahasa

Istilah kabasaran sendiri merupakan perubahan dari kawasaran. Kawasaran berasal dari kata wasar yang artinya ayam jantan aduan yang sengaja dipotong jenggernya (sarang) agar lebih galak saat diadu.

“Jadi kabasaran artinya penari yang menari seperti gaya gerak dua ekor ayam yang sedang menyabung, atau identik dengan ayam aduan,” ungkap Jessy Wenas dalam Sejarah dan Kebudayaan Minahasa.

Dulu setiap kampung memiliki beberapa penari kabasaran. Organisasi kabasaran ditangani oleh para “Hukum Tua” atau kepala kampung. Mereka mendapat tunjangan garam, beras, gula putih, kain dan tembakau setiap bulan.

“Mereka bertugas melakukan penjemputan adat para tamu agung, upacara adat pemakaman pemimpin masyarakat, dan sebagai Polisi Am untuk menjaga keamanan kampung dan menangkap penjahat,” tambah Wenas.

Gerakan tari kabasaran enerjik melambangkan semangat seorang prajurit perang, tapi juga dinamis mengikuti irama alat musik. Semua gerakan tari berdasarkan komando atau aba-aba dari pemimpin tari yang disebut tombolu, yang dipilih sesuai kesepakatan para sesepuh adat. Tarian diiringi alat musik pukul seperti gong, tambur, atau kolintang.

“Penari yang terluka biasanya karena kesalahan sendiri, yang dalam hal ini si penari kurang menguasai sembilan jurus memotong dengan pedang dan sembilan jurus tusukan tombak,” ujar Wenas.

Tahapan Tari Kabasaran

Tari Kabasaran Asal Minahasa
Sekumpulan Penari Tari Kabasaran

Tari kabasaran terdiri dari tiga babak, yang berasal dari tiga tarian dalam upacara adat berbeda: cakalele dari upacara sebelum dan setelah kembali berperang; kumoyak berasal dari upacara korban kepala manusia; dan lalaya’an dari upacara menghilangkan panas jimat-jimat yang melekat di badan.

Masing-masing babak punya gerakan yang berbeda. Babak pertama, cakalele; berasal dari kata “caka” yang artinya bertarung dan “lele” artinya mengejar. Pada babak ini, gerakan penari layaknya bertarung. Penari berpura-pura saling menebas dengan pedang dan menusuk dengan tombak dalam iringan langkah irama 4/4 sesuai bunyi tambor.

Kedua, kemoyak; berasal dari kata “koyak” yang berarti mengayunkan senjata. Kata koyak juga bisa diartikan membujuk roh musuh yang terbunuh dalam pertempuran agar bisa tenang. Pada babak ini, para penari benar-benar memainkan senjata dengan gerakan mendorong maju. Tarian juga diikuti puisi yang dilantunkan seorang pemimpin tari dan akan disambut sorakan para prajurit.

Menurut Wenas, dulu ini merupakan tarian membawa kepala manusia. Pada tarian ini para kabasaran membentuk lingkaran lalu menari mengelilingi kepala manusia yang diletakkan di tengah lingkaran sambil menyanyi lagu Koyak e waranei, lagu patriotik keprajuritan tradisional Minahasa tempo dulu.

Ketiga, lalaya’an dimana penari meletakkan senjata tajam sambil menari lionda dengan penuh senyuman. Lionda, kata Wenas, berarti meletakkan tangan di pinggang dan berdiri dengan satu kaki terangkat. Berbeda dari babak-babak sebelumnya, penari menanggalkan ekspresi serius dan tampang sangar. Mereka bisa menari sambil tersenyum, sebagai simbol membebaskan rasa amarah setelah selesai berperang.

Kostum Tari Kabasaran

Aksi Tari Kabasaran
Aksi Tari Kabasaran

Kostum para penarik tak kalah menarik. Kostum terbuat dari kain tenun khas Minahasa, yang didominasi warna merah. Para penari juga memakai topi bulu ayam atau bulu burung cenderawasih, kalung, gelang, dan aksesoris lainnya.

“Dahulu pakaian penari sama dengan penari cakalele, tapi sekarang pakaian bebas asalkan berwarna merah,” catat Sutisno Kutoyo.

Tari kabasaran lestari hingga saat ini. Beberapa kelompok tari masih merawat kesenian tradisional ini di sejumlah wilayah di Minahasa seperti Tombulu (Desa Kali, Desa Warembungan, Kota Tomohon), Tonsea (Desa Sawangan), Kota Tondano, dan Tontembuan (Desa Tareran).

Tari kabasaran juga kerap ditampilkan dalam acara penyambutan tamu, kenaikan pangkat pejabat di wilayah Sulawesi Utara, upacara adat pernikahan, dan kegiatan sosial lainnya. Bahkan pernah ikut membuka pesta olahraga Asian Games 2018 di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta.

Dapatkan sejumlah berita terkini setiap harinya hanya di Travelling Indonesia, dan jangan lupa follow sejumlah akun media sosial kami; Instagram, Facebook, Twitter dan TikTok.

Tags: MinahasaPeta Wisata IndonesiaSeni dan BudayaSulawesi UtaraTari KabasaranTravelling Indonesia
Previous Post

Antusias Hiasi Ajang Asia Rugby Sevens Trophy 2022

Next Post

7 Hotel Mewah dengan Fasilitas Jacuzzi di Bandung

Related Posts

Tari Melinting, Warisan Budaya Kerajaan Lampung
Art & Culture

Tari Melinting, Warisan Budaya Kerajaan Lampung

May 21, 2025
Jangkrik Genggong, Gaungkan Wisata Budaya Asal Pacitan
Art & Culture

Jangkrik Genggong, Gaungkan Wisata Budaya Asal Pacitan

May 15, 2025
Festival Tabuik, Upacara Adat Minangkabau di Pantai Pariaman
Art & Culture

Festival Tabuik, Upacara Adat Minangkabau di Pantai Pariaman

April 18, 2025
Alat Musik Rebab, Kesenian Betawi Warisan Budaya Timur Tengah
Art & Culture

Alat Musik Rebab, Kesenian Betawi Warisan Budaya Timur Tengah

April 16, 2025
Tari Busak Baku, Simbol Keindahan dan Harmoni Dayak Lundayeh
Art & Culture

Tari Busak Baku, Simbol Keindahan dan Harmoni Dayak Lundayeh

April 8, 2025
Mengenal Tradisi Lebaran Ketupat di Pulau Lombok
Art & Culture

Mengenal Tradisi Lebaran Ketupat di Pulau Lombok

April 7, 2025
Next Post
Padma Hotel Bandung - Dok. Padma Hotel

7 Hotel Mewah dengan Fasilitas Jacuzzi di Bandung

Popular

  • Sayur Besan Khas Betawi, Sajian Spesial Acara Pernikahan

    Sayur Besan Khas Betawi, Sajian Spesial Acara Pernikahan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nite & Day Hotel Hadirkan Promo Jelang HUT Kota Semarang

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Daftar Harga Tiket Timnas Indonesia Vs China, Termurah Rp300 Ribu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Total 6 Ribu Peserta Ramaikan Milo Activ Indonesia Race 2025

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jangkrik Genggong, Gaungkan Wisata Budaya Asal Pacitan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Recent News

Babat Gongso, Jejak Tersisa Cheng Ho Dalam Kuliner Semarang

Babat Gongso, Jejak Tersisa Cheng Ho Dalam Kuliner Semarang

May 21, 2025
Tari Melinting, Warisan Budaya Kerajaan Lampung

Tari Melinting, Warisan Budaya Kerajaan Lampung

May 21, 2025
Mandalika Tawarkan Ajang Bertajuk Pocari Sweat Run Lombok 2025

Mandalika Tawarkan Ajang Bertajuk Pocari Sweat Run Lombok 2025

May 20, 2025
Rujak Aceh, Kuliner Kaya Rasa di Setiap Suapan

Rujak Aceh, Kuliner Kaya Rasa di Setiap Suapan

May 20, 2025
Travelling Indonesia

Follow Us

  • Cyber Media News Coverage Guidelines
  • Management
  • About Us
  • Contact Us

All Rights Reserved by travellingindonesia.com © 2022

No Result
View All Result
  • HOME
  • DESTINATION
  • SPORT TOURISM
  • FOOD
  • ART & CULTURE
  • HOTEL
  • TRAVEL
  • EVENT
  • MERCHANDISE
  • HITS

All Rights Reserved by travellingindonesia.com © 2022