Travelling Indonesia – Lumajang, Jawa Timur tidak bisa dipisahkan dari sosok karismatik Arya Wiraraja. Dia adalah pendiri kerajaan Lamajang Tigang Juru yang menjadi asal usul Kabupaten Lumajang.
Sebuah kesenian budaya jaran kencak (jaran lompat) yang berasal dari tanah kelahirannya di Madura juga menjadi salah satu bukti keberadaan Arya Wiraraja di Kabupaten Lumajang.
Kesenian Jaran Kencak memang menggambarkan kegagahan ksatria zaman dulu. Munculnya kesenian ini berawal dari kekaguman masyarakat terhadap pendekar pendiri kerajaan Majapahit yakni Ranggalawe yang merupakan putra dari Arya Wiraraja yang kerap menunggangu kuda bernama Nila Ambara.
Menurut Abdullah Al-Kudus, budayawan Lumajang, jaran kencak adalah produk budaya masyarakat asli Lumajang. Konon, tarian ini muncul sebagai bentuk kekaguman masyarakat terhadap Ranggalawe.
Ditinjau dari sisi bahasa, jaran kencak merupakan gabungan dua suku kata yaitu jaran yang artinya hewan dan kencak yang artinya menari, sehingga Jaran Kencak diartikan sebuah seni pertunjukan yang menonjolkan hewan atau kuda sebagai penari.
Dengan demikian, kesenian jaran kencak adalah pertunjukan kuda yang dilatih khusus untuk menari. Kuda itu dirias dengan pakaian dan aksesoris sehingga tampak gagah dan menarik.
Selain di Lumajang, pertunjukan kelincahan kuda yang memakai baju zirah dengan segala pernak-perniknya ini juga berkembang di Probolinggo, Jember, Pasuruan, Banyuwangi, Bondowoso, Sumenep, dan Tengger. Kesenian serupa adalah Jaran Jenggo di Pantura dan Kuda Renggong di Sumedang.
Di wilayah Probolinggo, kesenian Jaran Kencak menginspirasi lahirnya kesenian Jaran Bodhag. Karena himpitan ekonomi sehingga tidak bisa menghadirkan kuda asli untuk pertunjukan Jaran Kencak, warga kemudian menciptakan pertunjukan tarian dengan kuda tiruan yang disebut Jaran Bodhag.
Ragam Jaran Kencak
Beberapa kabupaten di tapal kuda memiliki ciri khas masing-masing dalam memamerkan jaran kencak. Kabupaten Lumajang biasa menampilkan kesenian ini bersama dengan tari kopyah, jaran slening, dan tari glanting.
Jaran kencak terdiri dari dua jenis yakni jaran kencak manten dan jaran kencak manjeng (berdiri atau atraksi).
Perbedaannya, jaran kencak manten dipenuhi dengan aksesoris seperti manik-manik dan pelana berhiaskan bulu merak. Biasanya digunakan sebagai arak-arakan.
Sedangkan jaran kencak manjeng minim aksesoris. Biasanya hanya dilengkapi dengan selempang dan penutup mata yang dihias. Setiap satu jaran kencak memiliki satu orang pawang dan satu orang pendamping.
Musik Pengiring Jaran Kencak
Musik pengiring yang ditampilkan pada gelaran seni dan budaya jaran kencak di lumajang ada dua jenis:
1. Gamelan Reyog
Pertama, dengan musik rancak khas Bali dan terompet bernadakan khas reyog.
2. Gamelan Saronen
Kedua, dengan musik rancak khas Bali dan terompet bernadakan khas Madura.
Pertunjukan Jaran Kencak
Masyarakat setempat menganggap jaran kencak bukan hanya pertunjukan biasa, namun juga dianggap sebagai simbol status. Dihadirkan pada acara-acara hajatan, menunjukkan kemampuan si empunya hajat. Semakin banyak kuda yang dilibatkan, artinya makin kaya orang tersebut.
Dalam pertunjukan jaran kencak, formasi tarian tidak akan berubah meski kuda mengalami penambahan jumlah, kuda atraksi tetap akan ada di paling depan diikuti kuda lainnya yang disebut temanten.
Kuda temanten ini bisa bertambah jumlah. Biaya per ekor kuda yang ditampilkan dalam pertunjukan dibanderol rata-rata Rp1.000.000.
Kuda-kuda temanten ini adalah pengangkut si pemilik hajat dan keluarganya. Jadi para pemilik hajat akan menunggangi kuda-kuda tematen.
Sedangkan kuda atraksi yang mendapat pelatihan khusus oleh pawang tidak untuk ditunggangi manusia, Melainkan kuda itu akan bergerak lincah menari-nari sepanjang pertunjukan.
Tapi jangan salah! Untuk mendapatkan kuda yang bisa bergerak lincah menari-nari membutuhkan pelatihan khusus. Untuk melatih kuda asal Bima ini dibutuhkan waktu sekitar 3 tahun.
Sampai saat ini kesenian yang disebut juga dengan nama Kuda Kencak ini masih lestari, bahkan menjadi ikon budaya bagi Kabupaten Lumajang.
Pada 2015, jaran kencak diresmikan menjadi warisan budaya tak benda milik Lumajang dibuktikan dengan ditemukannya relief kuda berhias di Candi Kedungsari, Desa Kedungmoro, Kecamatan Kunir, Kabupaten Lumajang.
Dapatkan sejumlah berita terkini setiap harinya hanya di Travelling Indonesia, dan jangan lupa follow sejumlah akun media sosial kami; Instagram, Facebook dan Twitter.