Travelling Indonesia – Indonesia tidak hanya dikenal sebagai negara yang kaya akan tempat wisata. Namun, juga kaya akan budaya yang masih terjaga kelestariannya.
Salah satu budaya Indonesia yang masih lestari hingga kini adalah Tari Bambu Gila. Sebuah pertunjukan tari tradisional yang menampilkan sekumpulan pemuda yang sedang berjuang menahan gerakan liar sebatang bambu.
Kesenian bernuansa mistis yang berasal dari Maluku ini tentunya sudah tak asing lagi di telinga kan? Tarian tradisional yang juga dikenal sebagai Buluh Gila atau Bara Suwen ini, sudah sering ditampilkan di acara televisi.
Ketika menyaksikan tarian ini, mungkin terlintas sebuah pertanyaan di benak Anda. Bagaimana bisa sebuah bambu bergerak sendiri tanpa disentuh manusia? Daripada penasaran, mari simak faktanya!
Memiliki nama asli Baramasewel, tradisi tari Bambu Gila ini sudah ada sejak agama Islam dan Kristen belum masuk ke wilayah Maluku. Kala itu, masyarakat Maluku masih mengenal animisme dan dinamisme, sehingga kehidupan mereka kental dengan ritual-ritual leluhur yang berkaitan dengan roh gaib.
Dahulu, tarian bambu gila ini merupakan sebuah ritual yang dilakukan pada kondisi-kondisi tertentu, seperti memindahkan kapal yang berat, berperang melawan musuh, maupun pekerjaan berat lainnya. Seiring perkembangan zaman, ritual tersebut perlahan memudar. Kini, tarian tradisional ini dikenal sebagai atraksi seni untuk melestarikan budaya warisan leluhur.
Kesenian tari bambu gila biasanya dibawakan oleh 8 orang, dengan formasi 7 orang sebagai pemain dan 1 orang bertindak sebagai pawang. 7 orang pemain ini, nantinya akan bertugas menahan laju atau pergerakan batang bambu. Sedangkan tugas seorang pawang adalah membacakan mantra, memasukkan roh, dan menjinakkan bambu.
Pertunjukan tari budaya “Bambu Gila” diawali dengan pembakaran kemenyan dan pembacaan mantra oleh pawang.
Agar dapat mengundang kedatangan roh gaib yang menggerakkan batang bambu, asap dari pembakaran kemenyan tersebut diembuskan pada batang bambu yang dipegang para pemain. Ritual tersebut akan mengakibatkan bambu terasa makin berat dan bergerak-gerak sendiri.
Ketika pawang meneriakkan kata “gila, gila, gila” atraksi pun dimulai.
Pertunjukan ini biasanya diiringi musik perkusi. Semakin cepat irama musik pengiring, maka akan semakin cepat pula pergerakan batang bambu. Para pemain harus berjuang sekuat tenaga untuk menahan pergerakan batang bambu yang dikendalikan melalui asap kemenyan oleh pawang.
Baik pemain, pawang, maupun batang bambu yang digunakan dalam ritual budaya ini tidak boleh sembarangan.
Batang bambu yang digunakan dalam tarian ini memiliki diameter 8-10 cm dan panjang kurang lebih 2,5 hingga 3 meter, dengan ruas bambu berjumlah ganjil. Pada kedua ujung bambu, terdapat ikatan kain berwarna cerah.
Untuk mengambil batang bambu tersebut dari dalam hutan, juga dilakukan sebuah ritual khusus.
Sedangkan kostum yang dikenakan oleh pemain, didominasi oleh warna merah. Umumnya, para pemain ini menggunakan pakaian adat berupa ikat kepala dan celana berwarna merah, tanpa baju atau kaos. Seluruh pemain haruslah pemuda yang kuat, tangguh, dan berotot.
Gerakan bambu yang semakin menggila dan semakin kuat membuat para pemain semakin kewalahan.
Beberapa di antaranya bahkan sampai terjatuh dan terseret bambu yang menggila. Ketika salah satu pemain jatuh pingsan, peristiwa ini menandakan bahwa tarian harus segera diakhiri. Sang pawang akan membalikan tempurung yang digunakan untuk membakar kemenyan.
Meski ritual telah dihentikan dan permainan telah berakhir, belum tentu kekuatan mistis di dalam batang bambu benar-benar hilang sepenuhnya.
Kekuatan tersebut akan hilang ketika pawang membacakan mantra sambil membakar kertas.
Tahukah Anda? Kekompakan ketujuh pemain dalam permainan bambu gila ini ternyata merupakan lambang dari semangat gotong royong rakyat Maluku.