• Cyber Media News Coverage Guidelines
  • Management
  • About Us
  • Contact Us
Travelling Indonesia
Advertisement
  • HOME
  • DESTINATION
  • SPORT TOURISM
  • FOOD
  • ART & CULTURE
  • HOTEL
  • TRAVEL
  • EVENT
  • MERCHANDISE
  • HITS
No Result
View All Result
  • HOME
  • DESTINATION
  • SPORT TOURISM
  • FOOD
  • ART & CULTURE
  • HOTEL
  • TRAVEL
  • EVENT
  • MERCHANDISE
  • HITS
No Result
View All Result
Travelling Indonesia
No Result
View All Result
Home Art & Culture

Salawat Dulang, Sastra Islami Minangkabau

Beno Alfredo by Beno Alfredo
July 22, 2022
in Art & Culture
Salawat Dulang Minangkabau

Salawat Dulang Minangkabau - Dok. Istimewa

Share on FacebookShare on Twitter

Travelling Indonesia – Salawat dulang, disebut juga salawek talam atau salawat talam dalam bahasa Minangkabau yang merupakan budaya lisan yang bertema Islam.

Islam menjadi salah satu unsur yang paling memengaruhi budaya Indonesia, tak terkecuali kesenian. Di Indonesia berkembang beragam kesenian bertema Islam. Salah satunya adalah salawat dulang dari ranah Minang.

Salawat dulang merupakan sastra lisan Minangkabau berupa pertunjukkan dua orang membacakan cerita tentang kehidupan Nabi Muhammad, cerita yang memuji nabi, ataupun cerita yang berhubungan dengan persoalan agama Islam. Pembacaan cerita tersebut diiringi irama ketukan jari pada dulang, yaitu nampan kuningan berdiameter 65 cm.

Salawat dulang disebut juga sebagai salawat talam. Sebab, di Payakumbuh dan Pariaman, dulang disebut dengan talam. Di Payakumbuh, khususnya di daerah Koto Panjang, ada tukang salawat yang terdiri atas tiga orang tiap satu klub. Di Pariaman, Klub Salawat Talam dapat dijumpai di Toboh dan Kampung Dalam.

Sejarah

Salawat Dulang Minangkabau

Konon, salawat dulang berawal dari banyaknya ahli agama Islam Minang yang belajar agama ke Aceh, di antaranya Syekh Burhanuddin. Ia kemudian kembali ke Minang dan menetap di Pariaman. Dari daerah itu, ajaran Islam menyebar ke seluruh wilayah Minangkabau.

Saat berdakwah, Syekh Burhanuddin teringat pada kesenian Aceh yang fungsinya menghibur sekaligus menyampaikan dakwah, yaitu rebana. Syekh Burhanuddin pun kemudian mengambil talam atau dulang yang biasa digunakan untuk makan dan menabuhnya sambil mendendangkan syair-syair dakwah.

Pendapat lain menyebutkan, kesenian islami ini berasal dari Tanah Datar. Salawat dulang dikembangkan oleh kelompok Tarekat Syatariah sebagai salah satu cara untuk mendiskusikan pelajaran yang mereka terima. Oleh karena itu, pesannya cenderung berisi ajaran tasawuf.

Pertunjukan

Salawat Dulang Minangkabau

Dalam pertunjukkannya, dua pendendang duduk bersisian dan menabuh dulang bersamaan. Keduanya dapat berdendang bersamaan atau saling menyambung larik dalam syair. Pendendang umumnya laki-laki. Namun, kini terdapat pula pendendang-pendendang perempuan meskipun belum begitu berterima di masyarakat Minangkabau sendiri.

Penampilan salawat dulang berupa tanya jawab, saling serang, dan saling mempertahankan diri sehingga pendendang kadang dijuluki menurut nama-nama senjata, seperti “peluru kendali” dan “gas beracun” dan hanya bisa dilaksanakan bila pendendang berjumlah setidaknya dua orang.

Salawat Dulang Minangkabau

Pembacaan hafalan teks berdurasi antara 25 hingga 40 menit, biasanya berisi tafsiran dari ayat Alquran atau hadits yang telah ditulis sebelumnya. Sesi pembacaan satu teks ini disebut salabuahan (disebut juga satanggak atau satunggak).

Salawat dulang dipertunjukkan pada hari-hari besar agama Islam, seperti Maulid Nabi, Idul Fitri, dan Idul Adha. Kesenian ini juga digelar pada upacara bernuansa agama, seperti ketika menaiki rumah baru dan khatam al-Quran.

Biasanya kesenian ini digelar di tempat yang dipandang terhormat oleh masyarakat Minangkabau, seperti surau atau masjid, atau tempat untuk tamu yang dihormati bila diadakan di rumah penduduk (terletak di bagian kiri dari pintu masuk utama). Pertunjukan biasanya dimulai selepas shalat Isya.

Perkembangan

Salawat Dulang Minangkabau

Seperti yang dilansir dapobas.kemdikbud.go.id, seiring perkembangan zaman, salawat dulang mengalami perkembangan. Dulu, yang tampil hanya dua orang (satu klub) untuk menyajikan buah kaji, yakni tafsiran dari ayat Al-quran ataupun Hadist.

Salawat dulang kemudian ditampilkan oleh empat orang (dua klub), masing-masing membawakan buah kaji yang mereka kuasai. Lama-kelamaan berkembang menjadi kompetisi uji kemampuan dengan cara saling mengajukan pertanyaan dan jawaban.

Penyajian salawat dulang juga berkembang dengan memasukkan pembahasan berupa masalah-masalah yang sedang berkembang di dalam masyarakat. Bahkan, di daerah Kamang-Agam, pernah terkenal “Hikayat Perang Kamang” yang merupakan cerita sejarah, yang berbeda dengan pembahasan ajaran-ajaran Islam.

Salawat Dulang Minangkabau

Fungsi salawat dulang pun mengalami perkembangan. Awalnya kesenian ini berfungsi sebagai sarana dakwah dan hanya dipertunjukkan dalam perayaan-perayaan agama Islam. Saat ini tradisi lisan juga berfungsi sebagai sarana hiburan serta sarana menarik perhatian penonton untuk mengikuti suatu aktivitas, seperti penggalangan dana.

Meski mengalami perkembangan, salawat dulang tetap tidak meninggalkan aspek-aspek ajaran Islamnya. Salah satunya adalah tetap mempertahankan pembacaan salawat di awal pertunjukan.

Dapatkan sejumlah berita terkini setiap harinya hanya di Travelling Indonesia, dan jangan lupa follow sejumlah akun media sosial kami Instagram, Facebook dan Twitter.

Tags: Art and CultureMinangkabauPeta Wisata IndonesiaSalawat DulangSeni dan BudayaTravelling Indonesia
Previous Post

Konser Justin Bieber Lanjut, November Sambangi Jakarta

Next Post

HIPMI Jatim Gelar Kejurnas Sprint Rally di Malang

Related Posts

Tari Melinting, Warisan Budaya Kerajaan Lampung
Art & Culture

Tari Melinting, Warisan Budaya Kerajaan Lampung

August 11, 2025
Makna Sakral Tradisi Sayyang Pattuduq di Tanah Mandar
Art & Culture

Makna Sakral Tradisi Sayyang Pattuduq di Tanah Mandar

August 2, 2025
Tari Reogke, Wujud Kritik Bujanganong Terhadap Kekuasaan Raja
Art & Culture

Tari Reogke, Wujud Kritik Bujanganong Terhadap Kekuasaan Raja

June 12, 2025
Tari Busak Baku, Simbol Keindahan dan Harmoni Dayak Lundayeh
Art & Culture

Tari Busak Baku, Simbol Keindahan dan Harmoni Dayak Lundayeh

May 27, 2025
Belajar Kearifan Lokal Polewali Mandar Melalui Kacaping
Art & Culture

Belajar Kearifan Lokal Polewali Mandar Melalui Kacaping

May 23, 2025
Jangkrik Genggong, Gaungkan Wisata Budaya Asal Pacitan
Art & Culture

Jangkrik Genggong, Gaungkan Wisata Budaya Asal Pacitan

May 15, 2025
Next Post
Ilustrasi Sprint Rally

HIPMI Jatim Gelar Kejurnas Sprint Rally di Malang

Popular

  • Arsitektur Atraktif Garrya Bianti Yogyakarta

    Arsitektur Atraktif Garrya Bianti Yogyakarta

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tikar Anyam Ternate Terancam Punah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengungkap Keunikan Senjata Tradisional Asal Manado dan Filosofinya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kreasi Unik Kipas khas Bali dari Kayu Cendana dan Keistimewaannya!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Permainan Egrang Bambu, Dolanan Tradisional Anak Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Recent News

Pantai Nirwana, Serpihan Surga di Tanah Buton

Pantai Nirwana, Serpihan Surga di Tanah Buton

August 19, 2025
Babat Gongso, Jejak Tersisa Cheng Ho Dalam Kuliner Semarang

Babat Gongso, Jejak Tersisa Cheng Ho Dalam Kuliner Semarang

August 19, 2025
BSD Secret Zoo, Edukasi Satwa Terbaru Karya Sinar Mas Land

BSD Secret Zoo, Edukasi Satwa Terbaru Karya Sinar Mas Land

August 15, 2025
Menelusuri Alam Hijau Megamendung di Kencana Valley

Menelusuri Alam Hijau Megamendung di Kencana Valley

August 12, 2025
Travelling Indonesia

Follow Us

  • Cyber Media News Coverage Guidelines
  • Management
  • About Us
  • Contact Us

All Rights Reserved by travellingindonesia.com © 2022

No Result
View All Result
  • HOME
  • DESTINATION
  • SPORT TOURISM
  • FOOD
  • ART & CULTURE
  • HOTEL
  • TRAVEL
  • EVENT
  • MERCHANDISE
  • HITS

All Rights Reserved by travellingindonesia.com © 2022