• Cyber Media News Coverage Guidelines
  • Management
  • About Us
  • Contact Us
Travelling Indonesia
Advertisement
  • HOME
  • DESTINATION
  • SPORT TOURISM
  • FOOD
  • ART & CULTURE
  • HOTEL
  • TRAVEL
  • EVENT
  • MERCHANDISE
  • HITS
No Result
View All Result
  • HOME
  • DESTINATION
  • SPORT TOURISM
  • FOOD
  • ART & CULTURE
  • HOTEL
  • TRAVEL
  • EVENT
  • MERCHANDISE
  • HITS
No Result
View All Result
Travelling Indonesia
No Result
View All Result
Home Art & Culture

Tari Tabot, Ilustrasi Perlawanan Masyarakat Bengkulu

Beno Alfredo by Beno Alfredo
July 15, 2023
in Art & Culture
Tari Tabot, Ilustrasi Perlawanan Masyarakat Bengkulu

Tari tabot dari Bengkulu. (Istimewa)

Share on FacebookShare on Twitter

Travelling Indonesia – DOL (bedug) dan alat musik tradisional lainnya bergema layaknya genderang perang. Para penari, dengan busana warna cerah, bergerak lincah, menari, menggambarkan kisah kepahlawanan Husain bin Ali bin Abi Thalib (cucu Nabi Muhammad SAW) beserta pasukannya dalam peperangan melawan pasukan Ubaidillah bin Zaid di Padang Karbala.

Itulah tari tabot dari Bengkulu, tari kreasi baru yang menggambarkan upacara tabot, kadang juga ditulis tabut. Inti dari tarian ini adalah menceritakan kisah kepahlawanan Husain.

Kata “tabot” berasal dari bahasa Arab yang artinya “peti mati”. Tapi dalam perayaan ini, tabot ditujukan untuk menyebut sebuah bangunan serupa pagoda atau menara masjid bertingkat yang terbuat dari kayu atau bambu. Tabot itu nantinya diarak oleh sejumlah orang dalam perayaan.

Baca:

  • Kawah Kamojang, Destinasi Wisata Alam Memikat di Garut
  • Sate Klathak Pak Pong, Sate Legendaris di Yogyakarta
  • Memaknai Subak, Sistem Persawahan di Pulau Dewata

Para penari mengenakan pakaian adat Bengkulu berupa baju longgar lengan pendek, celana panjang, dan hiasan kepala. Semua warnanya cerah dan senada. Perempuan dan lelaki boleh ambil bagian. Para penari juga mengenakan aksesoris kepala yang menyerupai tabot, mahkota, membawa tongkat, dan selendang.

Tari tabot tak mempunyai pakem. Masing-masing kelompok bebas membuat kreasi baru dengan tetap menyimbolkan suasana dalam perang di Karbala.

Tari tabot biasanya ditampilkan dalam upacara tabot yang digelar setiap 1-10 Muharram (bulan pertama dalam kalender Islam/Hijriah), bertepatan dengan wafatnya Husain. Tradisi ini berasal dari orang-orang Syiah, salah satu sekte di kalangan umat Islam, dari Iran (Persia).

Hariadi, Refisrul, dan Rois Leonard Arios dalam Inventarisasi Perlindungan Karya Budaya Bengkulu: Tabut menyebut bukti tertulis kapan dan siapa yang melaksanakan upacara tabot kali pertama belum ditemukan. Namun, anggota Keluarga Kerukunan Tabot meyakini perayaan ini sudah dimulai sejak kedatangan Imam Maulana Ichsad, keturunan Ali Zainal Abidin bin Al Husain bin Ali bin Abi Thalib. Pelaut ulung asal Punjab, Pakistan, ini datang bersama rombongan di Bandar Sungai Serut, Bengkulu, pada 1336 M.

“Perayaan tabot diteruskan Syah Bedan dan anaknya, Burhanuddin Imam Senggolo. Untuk periode berikutnya, keturunan Imam Senggolo yang mempertahankan dan melanjutkan tradisi tabot di Bengkulu,” catat mereka.

Penampilan Hari Kedua musik dhol di Matta Fair 2018 yang berlangsung di Stage Performance Hall 1 PWTC Kuala Lumpur
DOL (bedug) dan alat musik tradisional Bengkulu.

Imam Senggolo menjejakkan kakinya di Bengkulu bersama Inggris untuk memimpin pembangunan benteng sekaligus pangkalan dagang Fort Marlborough pada 1685. Para pekerja lalu menetap dan mendirikan permukiman. Mereka berasimilasi dengan masyarakat setempat dan menghasil kan keturunan yang dikenal dengan sebutan orang Sipai. Mereka juga mewariskan tradisi tabot yang dibawa dari Madras dan Benggali kepada keturunan mereka.

“Tradisi berkabung yang dibawa dari negara asalnya tersebut mengalami asimilasi dan akulturasi dengan budaya setempat, dan kemudian diwariskan dan dilembagakan menjadi apa yang kemudian dikenal dengan sebutan upacara tabot,” catat Katalog Warisan Budaya Tak Benda Indonesia 2018, Buku Dua.

Dari Bengkulu, ritual ini menyebar ke wilayah lain di Sumatra. Namun zaman berubah. Sejak lepasnya pengaruh Syiah, upacara tabot dilakukan hanya sebagai kewajiban keluarga untuk memenuhi wasiat leluhur.

Michael Feerner dalam “Tabut: Muharram Observanse in the History of Bengkulu” di Studia Islamika Vol. 6 No. 2 1999 menyatakan ada sejumlah perlengkapan untuk menggelar tabot. Antara lain tabotnya sendiri, sesaji, dol (semacam beduk), tessa (semacam rebana), tombak, panji-panji, sorban (kain penutup kepala), dan replika pedang milik Nabi Muhammad.

“Jumlah tabot sakral dalam upacara berjumlah 17 buah yang menunjukkan kepada jumlah keluarga awal yang melaksanakan tabut,” catat Hariadi, Refisrul, dan Rois Leonard Arios.

Ada sembilan tahapan dalam perayaan tabot. Urutannya: ambik tanah (mengambil tanah), duduk penja (mencuci jari-jari/tembaga berbentuk telapak tangan manusia), menjara (mendatangi kelompok lain untuk mengadu mahir memukul dol), meradai (mengumpulkan dana), arak penja (mengarak jari-jari), arak serban (mengarak surban), gam (masa tenang/berkabung), arak gedang (mengarak tabot masing-masing grup), dan tabot tebuang (membuang tabot). Tiap tahapan berlangsung selama satu hari dan menggambarkan tahapan perang di Karbala.

Selama tahap arak-arakan itulah biasanya peserta tabot akan menari mengikuti irama alat musik. Sebagian mereka membawa panji-panji, tombak, dan pedang. Lainnya membawa tabot. Gerakan mereka terdiri dari melompat sana-sini, terlentang, duduk, dan berdiri kembali. Gerakan itu menggambarkan suasana senang, tegang, dan duka.

Seiring waktu, masyarakat Bengkulu mulai kedatangan orang-orang Tionghoa, Jawa, dan daerah Sumatra lainnya. Mereka kemudian kawin-mawin dan ikut mempengaruhi perubahan pemaknaan terhadap tabot.

“Ia digunakan sebagai wahana untuk menyatukan identitas mereka. Untuk mengakomodasi fungsi baru tersebut, unsur agama dalam tabut ditekan, sementara aspek lokal ditonjolkan sedemikian rupa sehingga ia sekarang dianggap sebagai budaya lokal,” catat Feerner.

Semasa Orde Baru, tari tabot mulai dikenal luas dan menjadi agenda rutin dalam program turisme seperti “Visit Indonesia Year”. Selain itu, pemerintah menggunakan tabot untuk menyampaikan pesan-pesan pembangunan. Termasuk pula gerakan tari-tarian dalam perayaan tabot. Fungsi upacara tabot kemudian berubah dari ritual bernuansa keagamaan menjadi festival kebudayaan belaka.

Setelah Reformasi hingga sekarang, tabot masih digelar tiap tahun dan tetap menjadi agenda rutin program turisme nasional atau pemerintah setempat. Bedanya, kini tabot juga masuk dalam festival atau lomba. Salah satunya berupa pengembangan tari tabot hingga ke sekolah dasar.

“Belakangan, sejak satu dekade terakhir, selain melaksanakan wasiat leluhur, upacara ini juga dimaksudkan sebagai wujud partisipasi orang-orang Sipai dalam pembinaan dan pengembangan budaya daerah Bengkulu setempat,” catat Katalog Warisan Budaya Tak Benda Indonesia 2018.

Dengan demikian, tari tabot terus lestari dengan ekspresi dan pemaknaan baru. Tak heran jika perayaan tabot dan tari-tariannya menjadi ajang paling ditunggu wisatawan yang berkunjung ke Bengkulu.

Dapatkan sejumlah berita terkini setiap harinya hanya di Travelling Indonesia, dan jangan lupa follow sejumlah akun media sosial kami; Instagram, Facebook, Twitter dan TikTok.

Tags: BengkuluPeta Wisata IndonesiaSeni dan BudayaTari TabotTravelling Indonesia
Previous Post

Sate Ayam Podomoro, Pelopor Sate Ayam Kampung di Yogyakarta

Next Post

FOSR Bakal Gelar Event Otomotif Skala Nasional di Stadion Manahan

Related Posts

Jangkrik Genggong, Gaungkan Wisata Budaya Asal Pacitan
Art & Culture

Jangkrik Genggong, Gaungkan Wisata Budaya Asal Pacitan

May 15, 2025
Festival Tabuik, Upacara Adat Minangkabau di Pantai Pariaman
Art & Culture

Festival Tabuik, Upacara Adat Minangkabau di Pantai Pariaman

April 18, 2025
Alat Musik Rebab, Kesenian Betawi Warisan Budaya Timur Tengah
Art & Culture

Alat Musik Rebab, Kesenian Betawi Warisan Budaya Timur Tengah

April 16, 2025
Tari Melinting, Warisan Budaya Kerajaan Lampung
Art & Culture

Tari Melinting, Warisan Budaya Kerajaan Lampung

April 15, 2025
Tari Busak Baku, Simbol Keindahan dan Harmoni Dayak Lundayeh
Art & Culture

Tari Busak Baku, Simbol Keindahan dan Harmoni Dayak Lundayeh

April 8, 2025
Mengenal Tradisi Lebaran Ketupat di Pulau Lombok
Art & Culture

Mengenal Tradisi Lebaran Ketupat di Pulau Lombok

April 7, 2025
Next Post
FOSR Bakal Gelar Event Otomotif Skala Nasional di Stadion Manahan

FOSR Bakal Gelar Event Otomotif Skala Nasional di Stadion Manahan

Popular

  • Artotel Gelora Senayan Usung Hotel Berkonsep Sport, Seni dan Gaya Hidup

    Artotel Gelora Senayan Usung Hotel Berkonsep Sport, Seni dan Gaya Hidup

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tape Singkong, Kuliner Tradisional Hasil Fermentasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kapal Wisata Tenggelam di Bengkulu, Kemenpar Berikan Himbauan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Wings Air Buka Rute Penerbangan Baru di Sumbagsel

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Objek Wisata Pantai Pangandaran Jadi Primadona Sepanjang Libur Waisak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Recent News

Nite & Day Hotel Hadirkan Promo Jelang HUT Kota Semarang

Nite & Day Hotel Hadirkan Promo Jelang HUT Kota Semarang

May 16, 2025
Jangkrik Genggong, Gaungkan Wisata Budaya Asal Pacitan

Jangkrik Genggong, Gaungkan Wisata Budaya Asal Pacitan

May 15, 2025
Daftar Harga Tiket Timnas Indonesia Vs China, Termurah Rp300 Ribu

Daftar Harga Tiket Timnas Indonesia Vs China, Termurah Rp300 Ribu

May 15, 2025
Sate Bulayak, Perpaduan Khas Bumbu Sasak dan Daun Aren

Sate Bulayak, Perpaduan Khas Bumbu Sasak dan Daun Aren

May 14, 2025
Travelling Indonesia

Follow Us

  • Cyber Media News Coverage Guidelines
  • Management
  • About Us
  • Contact Us

All Rights Reserved by travellingindonesia.com © 2022

No Result
View All Result
  • HOME
  • DESTINATION
  • SPORT TOURISM
  • FOOD
  • ART & CULTURE
  • HOTEL
  • TRAVEL
  • EVENT
  • MERCHANDISE
  • HITS

All Rights Reserved by travellingindonesia.com © 2022